Rabu, Desember 29, 2010

"FALSAFAH BOLA"

Seorang siswa bertanya kepada Guru-nya: “Guru...mengapa orang-orang sedemikian menggandrungi sepak-bola?”

“Ada dua sebab utama anakku...”, jawab Sang Guru. “Yang pertama adalah, karena bola itu bundar, dan yang kedua adalah bola tidak pernah memprotes walau terus-menerus disepak-sepak, diinjak-injak serta disundul-sundul”.


Sesuatu yang bundar akan tetap terlihat sama darimanapun kita melihatnya.
Sesuatu yang bundar, sebetulnya tidak punya sisi atas pun bawah, depan pun belakang, kiri pun kanan, sejauh ia tetap sama dari semua sisi, dari semua sudut pandang. Disamping hal itu tidak akan mengundang persepsi keliru terhadapnya, bentuk bundar atau bulat juga menimbulkan kesan utuh, konservasi enerji dan keseimbangan. Kalau bentuk-bentuk persegi —yang bersudut runcing— memboroskan enerji lewat sudut-sudut runcingnya itu, maka yang bundar atau bulat tidak.

Bola juga bisa bertumpu dengan seimbang, dengan mantap, pada sembarang sisinya; sesuatu yang tidak mungkin ditemui pada bentuk-bentuk persegi. Ini menyimbulkan keseimbangan yang mantap sekaligus dinamis, karena mudah bergerak, nyaris tanpa gesekan yang berarti dengan bidang tempat ia bergerak. Ia tidak-pernah-tidak bergerak menuju titik-titik ‘keseimbangan temporer’-nya itu.


Ya ...bola yang bundar itu juga merupakan simbol kesabaran dan keadilan luar biasa. Seperti kata Sang Guru itu, “....bola tidak pernah memprotes walaupun terus-menerus disepak-sepak, diinjak-injak dan disundul-sundul”. Dimanapun ia ditempatkan, apakah di telapak kaki, di bawah kaki, atau di atas kepala sekalipun, ia bisa tetap seimbang tanpa mengurangi kemampuannya untuk bergerak bebas dengan mudah.

Selasa, November 09, 2010

"JANGAN MAIN-MAIN DENGAN IMAJINASI"

Bismillaahir rohmanir rohiim Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatuh,

Saudara-saudariku tercinta yang menghendaki keselamatan dunia dan akhirat… Sungguh aku tidak terlalu khawatir kepada saudara-saudaraku yang ikhwan. Namun yang sangat aku khawatirkan adalah KESIAPAN MENTAL (keimanan) dari saudari-saudariku yang akhwat, mulai dari yang masih gadis apalagi yang sudah menikah. Yaitu ketika mereka harus menghadapi betapa JAHAT & BERBAHAYANYA PERANAN IMAJINASI dari keberadaan media komunikasi. Sebutlah, apakah itu Internet, Blackberry dan Celullar, Radio Communication dan Entertainment, dan lain sebagainya. Wallahi, apapun alasannya, maka hindarilah berkhalwat DENGAN SIAPAPUN, atau sekadar curhat-curhatan tak penting itu. Terutama ketika dirinya sedang menggunakan media komunikasi yang terdapat peranan imajinasi sebagai kekuatannya! Bukankah kita tidak akan pernah lupa kepada peringatan Allah ta’ala yang mengatakan, “…Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...” (QS. an-Nuur {24}:31). 

Dari ayat ini sangat jelas bahwa Allah ta’ala mewajibkan setiap muslimah menutup auratnya. Demikian pula halnya agar mereka TIDAK MENCERITAKAN aib suaminya, berkhalwat dengan yang bukan muhrimnya, berghibah, atau melakukan fitnah disana—sini. Sungguh bahwa semua itu juga termasuk AURAT yang harus dijaga dengan penuh RASA TAKUT, sabar, serta ikhlas karena mengharap ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Jika demikian, sami’na wa atho’na-lah kepada perintah-Nya, yang dengan TEGAS mengatakan; JANGAN MENDEKATI ZINA…!!! “Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Israa’ {17}:32). Begitu pula bagi pembawa FITNAH, maka dapat dipastikan dirinya akan celaka, sebagaimana diterangkan oleh Allah ta’ala pada surah Al-Lahab {111} ayat 1-5. “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, *pembawa kayu bakar*. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” Keterangan : *Pembawa kayu bakar* dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. 

Adapun bentuk FITNAH itu, biasanya bermula dari gagalnya seorang hamba mengelola aqal dan nafsunya. Sebab kepada setiap ikhwan dan akhwat itu, Allah ta'ala telah mengaruniakan ‘chip’ NAFSU bagi masing-masingnya. Dari nafsu ini, terdapat unsur-unsur kecil yang dapat menjadi besar, dan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik dan benar, yakni; "keingintahuan, genit bin centil, atau iseng yang semula di anggap sebagai main-main..." Maka dari sekarang juga, PERINTAHKAN DIRI untuk melakukan PENGEKANGAN terhadap unsur-unsur kecil itu. Jadi afwan, bukan di antisipasi lewat (sekadar) gambar 'headshot' yang di jaga; padahal unsur-unsur berbahaya itu tetap di manja dalam hati. Sehingganya, antisipasi melalui tampilan gambar, (mungkin) akan jadi percuma saja... Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. ar-Ra’d {13}:11). 


Jumat, November 05, 2010

"YUK .... KITA TELANJANG"

Lagu Ebiet G Ade:

Kita mesti telanjang & benar- benar bersih || Suci lahir dan di dalam batin ||
Tengoklah ke dalam, sebelum bicara || Bahwa Kita mesti banyak berbenah ||
………………………….

Seringnya Lagu Ebiet muncul pada saat ada bencana ” Bertanya pada rumput yang bergoyang”. atau hanya saat puasa ramadhan, tentang bersabar.
………………………….

Sahabat, hidup begitu banyak syarat makna dan hikmah, kitalah yang terbatas untuk memahami betapa luasnya Karunia Allah pada kita.

Kawan, dua hal penting dalam hidup (yang berpasangan);
  1. Mengagungkan Tuhan
  2. Ber kasih sayang pada Manusia
  • Hablum minallah (hubungan dengan Allah) / Vertikal
  • Hablum minannas (hubungan sesama manusia) / Horizontal (Flat)
  1. Sholat (pada Allah)
  2. Zakat (pada Manusia)
  • Berbakti Pada Allah
  • Berbakti pada Orang Tua.
Kita Mesti Telanjang Dan benar-benar bersih : 
AYO BERTAUBAT, SEBELUM AJAL MENJEMPUT.

Yuk... kita telanjang yuk.....????

"HIKMAH DI BALIK MUSIBAH"

Untuk saudara-saudaraku yang sedang dilanda musibah, semoga artikel ini dapat membantu anda tetap tersenyum. Karena ternyata, musibah justru banyak manfaatnya. Karenanya, jadikanlah musibah sebagai mutiara hikmah. Adapun beberapa hikmah musibah yang harus diyakini adalah:


1. Meningkatkan kesadaran
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami timpa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk dan merendahkan diri.” (QS.Al-An’am : 42)
Jadikanlah momen ini sebagai tonggak peningkatan iman setinggi-tingginya.

2 . Menaikkan derajat di sisi Allah
“Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”  (QS Al Baqarah 155).
Kenaikan derajat tentu saja bagi orang yang lulus ujian. Agar lulus, maka ujian harus dihadapi dengan sabar. Orang yang sabar adalah orang yang pada saat ditimpa musibah meyakini dengan sepenuhnya bahwa dia tidak merasa memiliki apa-apa, karena semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah (QS Albaqaah : 156). Dengan sabar ini, maka timbullah keikhlasan dan optimisme.

3. Menghilangkan dosa
“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya (HR Bukhari).
4. Mendatangkan pahala

5. Mendapat ganti dari Allah dengan yang lebih baik
Dari Umu Salamah, Rasul SAW, bersabda : “Tiada orang yang ditimpa musibah lalu mengucapkan kalimat (lihat di bawah), pasti Allah memberi pahala dalam musibah itu dan memberi ganti untuknya yang lebih baik dari pada yang telah lenyap. Dan sewaktu Abu Salamah meninggal, lalu kuucapkan kalimat itu, maka Allah memberi ganti bagiku yang melebihi dia, yaitu Rasul SAW.” (HR. Muslim)
Inilah doanya: INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI ROOJI’UUN. LLOOHUMMA- JURNII FII MUSHIIBATII,WA AHLIFLII KHOIRAN MINHAA. (Sesungguhnya kami semua dijadikan Allah, dan kepada-Nyalah kami akan kembali. Ya Allah berilah kami pahala dalam menghadapi penderitaan (musibah) ini, dan berikan kami pengganti yang baik dan melebihinya).

6. Meningkatkan peluang menuju syurga
“Syurga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan Neraka itu dikelilingi dengan berbagai macam syahwat” (HR Bukhari – Muslim).
Allah berfirman dalam sebuah hadist qudsi: “Tidaklah ada suatu balasan yang lebih pantas di sisiKu bagi hambaKu yang beriman, jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian dia bersabar atas kehilangan orang kesayanagnnya itu, melainkan surga” (HR Bukhari).
Mengingat manfat-manfaat musibah yang begitu besar, maka tetaplah tersenyum wahai saudara-saudaraku yang sedang ditimpa musibah. Cobalah simak hadits terakhir ini:
“Dan sesungguhnya salah seorang diantara mereka benar-benar merasa gembira karena mendapat cobaan, sebagaimana salah seorang merasa gembira karena telah mendapatkan kelapangan” (HR Ibnu Majah).

Jumat, Oktober 29, 2010

"HIKMAH DARI SETIAP BENCANA"

Sebagai seorang Muslim kita berkeyakinan bahwa apa yang sedang melanda negeri kita Indonesia adalah musibah atas kehendak-Nya, meskipun segala sesuatu yang terjadi melalui perantara fenomena alam dan ulah manusia.

Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.

Dalam beberapa hari terakhir bangsa kita "dikejutkan" dengan berbagai macam musibah, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, lumpur panas, angin puting beliung dan kecelakaan (kapal laut, pesawat terbang, KA, dan kendaraan darat), sampai-sampai musibah yang menimpa para jamaah haji kita ditanah suci.

Kenapa bangsa kita berturut-turut mengalami musibah bencana alam? Para Alim Ulama, Ustad,Kyai akan berpikir dan bertanya-tanya apa dosa dan kesalahannya sehingga harus mengalami penderitaan yang berat dan berturut-turut?

Bencana alam terjadi akibat ulah tangan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, misalnya karena perambahan hutan digunung, orang-orang membangun gedung yang tinggi menjulang tanpa memikirkan bahwa perlu adanya wilayah resapan air, akibatnya terjadilah banjir dimana air tak lagi ada tempat leluasa mengalir atau meresap.

Alquran Surat Ar-Rum Ayat 41 disebutkan: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar".

Secara tidak langsung antara lain berbuat kejahatan dan kemaksiatan (perzinahan/prostitusi, percabulan), perjudian, minum minuman keras, pencurian (korupsi). Jika perbuatan itu merajalela akan mengundang datangnya bencana.

Hadits yang diberitakan oleh Ummu Salmah, Nabi Muhammad saw bersabda: "Jika kemaksiatan yang dilakukan oleh umatku semakin jelas ( terbuka ), maka Allah swt akan menimpakan azab kepada mereka semua". Ummu Salmah bertanya: "Apakah termasuk kepada mereka yang saleh?" Nabi menjawab: "Ya, tentu".

Jadi, jika bencana alam menimpa suatu daerah, semua penduduk di daerah itu terkena musibah, tidak membedakan antara yang saleh dan yang jahat. Mengapa orang-orang yang taat kepada Tuhan juga terkena musibah? Karena di pundak orang-orang yang saleh itu terdapat kewajiban melaksanakan amar makruf nahi munkar agar penduduk di daerahnya menjauhi kejahatan dan kemaksiatan.

Menurut pandangan Islam, musibah itu bisa merupakan cobaan, peringatan, bisa pula berupa azab. Maka dari itu, marilah hendaknya kita bisa mawas diri dan merenung, adakah kaitan antara musibah tersebut dengan perilaku mereka, untuk kemudian mereka memperbaiki perilakunya.

Allah swt berfirman dalam Alquran Surat AI-Baqarah Ayat 155: "Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan ( bahan makanan ). Namun gembirakanlah orang-orang yang bersabar".

Jumat, Oktober 22, 2010

"MANFAAT MENANGIS UNTUK KESEMBUHAN"

Tak selamanya menangis identik dengan kesan cengeng. Menangis adalah ungkapan emosi dan perasaan. Tangisan bisa sebagai pertanda Anda sedang bahagia atau sedih.

Bahkan pada bayi baru lahir, menangis bisa menjadi isyarat penting yang bisa menunjukkan bayi merasa lapar, buang air, atau mengantuk.

Menyoal arti di balik tangisan, para ilmuwan menemukan, ternyata menangis tak sekadar sebagai luapan emosi, namun juga bermanfaat bagi kesehatan. Menurut penelitian tersebut, seseorang yang bisa mengungkapkan perasaannya lewat tangisan bisa berefek sebagai penyembuh.

Berikut ini cara tangisan yang bisa berdampak positif untuk kesehatan dan kesembuhan, seperti dikutip dari laman idiva.com:

1. Menangis bisa dijadikan cara untuk melepaskan ketegangan. Jika ingin menangis meraung-raung jangan tahan emosi Anda. Biasanya, mereka yang bisa menangis lepas, bisa meredakan emosi dan merasa lebih ringan.

2. Airmata yang mengalir akibat luapan emosi mengandung lebih tinggi protein dan beta-endorphin, penghilang rasa sakit alami. Air mata juga membunuh bakteri di mata dan 'membersihkan' mata, yang dapat meningkatkan daya penglihatan.

3. Mereka yang lebih sering menangis, melaporkan merasa jarang mengalami gangguan fisik dibandingkan dengan orang yang sering menahan tangis.

4. Menangis membantu memberikan ketenangan batin. Biasanya, Anda dapat melihat situasi dengan lebih jelas dan tenang setelah menangis.

Jika sudah tahu manfaat menangis, saat Anda merasa air mata menggenang, segera menangislah dengan lepas. Dan rasakan perasaan lebih baik setelahnya.

"PERUBAHAN AIR JIKA DIBERI DO'A & CACIAN"

Melalui penelitian tentang air yang dilakukan ilmuwan Jepang Dr.Masaru Emoto akhirnya dapat kita ketahui bahwa air pun ternyata HIDUP dan dapat memberikan respon yang positif ataupun negatif terhadap
manusia. Penelitian ini patut diacungi jempol karena telah membuktikan ayat dalam Al Quran : “Dan kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup…” (Q.S Al Anbiya (21) :30).

Dr.Masaru Emoto berhasil mendapatkan foto kristal air pertama di dunia bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ilmuwan yang ahli dalam mikroskop). Foto kristal air ini didapat dengan cara membekukan air pada suhu -25 derajat celcius dan difoto dengan alat foto berkecepatan tinggi. Hasilnya adalah air ternyata mampu merespon terhadap kata-kata, gambar serta musik baik secara positif ataupun negatif.

Jika kita mengatakan pada air kata-kata “cinta dan terima kasih” maka hasil foto kristal airnya sungguh dahsyat yakni membentuk kristal air heksagonal yang indah. Sebaliknya, jika kita mengatakan pada air kalimat “kamu bodoh” maka tidak akan membentuk kristal bahkan gambarnya jelek sekali. Simak perbedaan fotonya berikut ini :

Kristal air yang terbentuk jika kita mengatakan

“kamu bodoh” :


Kristal air yang terbentuk jika kita mengatakan

“cinta dan terima kasih” :


Itulah sebabnya sekarang ini kita harus berahlak terhadap air karena dengan ahlak yang baik pada air berarti kita mengkonsumsi air yang akan berdampak baik pada tubuh kita, sebab air yang mampu membentuk heksagonal merupakan air yang mampu melunturkan racun-racun pada tubuh kita. Percobaan terhadap air tidak hanya dilakukan dengan kata-kata namun juga melalui musik. Ternyata musik klasik mampu merubah air membentuk kristal yang sangat indah sedangkan musik heavy metal justru membentuk air yang tidak baik.

Hal yang berkaitan dengan manfaat air sebagai penyembuhan spiritual juga mengagumkan. Foto berikut ini telah memperlihatkan kebesaran Allah, dimana air yang telah diberikan doa ternyata mampu membentuk kristal heksagonal yang sangat indah.

Gambar air SEBELUM diberi doa


Gambar kristal air SESUDAH diberi doa :


Dengan penelitian ini, jelaslah sudah bahwa pengobatan alternatif melalui air yang telah diberi doa ternyata bisa memberikan kesembuhan kepada penyakit yang berat sekalipun. Jika dulu banyak orang beranggapan penyembuhan penyakit melalui air yang diberi doa adalah musrik maka oleh ilmu pengetahuan telah dibuktikan bahwa doa yang dibacakan pada air mampu merubah air tersebut menjadi air penyembuh. Jadi semua ini sejalan dengan ilmu pengetahuan.

Penelitian Dr.Masimoto inipun tidak hanya mencakup air melainkan juga makanan lainnya yang ternyata mampu memberikan reaksi positif dan negatif. Inilah rahasianya mengapa kita dianjurkan oleh agama untuk berdoa sebelum makan/minum. Doa yang baik ternyata akan mampu merubah air/makanan menjadi sesuatu yang baik bagi tubuh.

Penelitian ini sungguh menyadarkan kita bahwa ucapan, pikiran dan perbuatan yang tidak baik ternyata mampu mengalirkan energi negatif yang merubah segala sesuatunya menjadi tidak baik. Peristiwa tsunami di Aceh adalah bukti bahwa alam (air) telah merespon segala ketakutan, kemarahan, kesedihan rakyat aceh selama berpuluh-puluh tahun. Akibatnya adalah air merespon secara negatif dan berbalik menghantam mereka sendiri.

Untuk itu marilah kita berhati-hati! apalagi tubuh kita sendiri ternyata terdiri dari 70% air. Jika kita memiliki pikiran negatif maka air dalam tubuh kita juga akan membentuk pola yang negatif. Akibatnya malah bisa menimbulkan penyakit atau masalah lainnya. Tidaklah mengherankan jika stress ternyata memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap timbulnya penyakit.

Dengan penemuan yang brilian ini, kini saatnya bagi kita semua memiliki pikiran yang positif! Pikiran positif akan memancarkan gelombang energi dalam diri kita sendiri sehingga kesehatan akan semakin baik karena air dalam tubuh kita akan membentuk pola energi yang baik juga. Demikian gelombang energi positif ini akan mempengaruhi lingkungan sekitar kita hingga berdampak positif bagi kita. Hasilnya adalah kesuksesan hanya akan terjadi jika kita berpikiran positif! : rejeki tambah lancar, keluarga harmonis dll.

Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka sesungguhnya kita akan mampu menghambat energi negatif yang akan menghantam kita, entah berupa penyakit, stress, sihir dll. Hal ini telah dibuktikan pula oleh Masimoto yaitu air yang telah diberi doa/kalimat positif ternyata masih tetap membentuk kristal meski kemudian diperdengarkan kata-kata negatif. Jadi tunggu apa lagi !?? berpikirlah positif mulai sekarang!!

Jumat, Oktober 08, 2010

"HATI KITA IBARAT RUMAH"

Ada tiga macam rumah, Pertama Rumah raja, di dalamnya ada simpanannya, tabungannya serta perhiasannya. Kedua Rumah hamba, di dalamnya ada simpanan, tabungan dan perhiasan yang tidak seperti yang dimiliki seorang raja. Dan ketiga adalah Rumah kosong, tidak ada isinya.


Jika datang seorang pencuri, rumah mana yang akan dimasukinya?


Apabila anda menjawab, ia akan masuk rumah yang kosong, tentu suatu hal yang tidak masuk akal, karena rumah kosong tidak ada barang yang bisa dicurinya.


Karena itulah dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, bahwa ada orang-orang Yahudi mengklaim bahwa di dalam shalat, mereka 'tidak pernah terganggu', Maka Ibnu Abbas berkata: "Apakah yang bisa dikerjakan oleh syetan dalam rumah yang sudah rusak?"


Bila jawaban anda adalah: "Pencuri itu akan masuk rumah raja." Hal tersebut bagaikan sesuatu yang hampir mustahil, karena tentunya rumah raja dijaga oleh penjaga dan tentara, sehingga pencuri tidak bisa mendekatinya.


Bagaimana mungkin pencuri tersebut mendekatinya sementara para penjaga dan tentara senantiasa siap siaga di sekitar raja?


Sekarang tinggal rumah ketiga, maka hendaklah orang-orang berakal memperhatikan permisalan ini sebaik-baiknya, dan menganalogikannya (rumah) dengan hati, karena inilah yang dimaksudkannya.


Hati yang kosong dari kebajikan, yaitu hati orang-orang kafir dan munafik, adalah rumah setan, yang telah menjadikannya sebagai benteng bagi dirinya dan sebagai tempat tinggalnya. Maka adakah rangsangan untuk mencuri dari rumah itu sementara yang ada didalamnya hanyalah peninggalan setan, simpanannya dan gangguannya? (rumah ketiga).


Hati yang telah dipenuhi dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta'ala dan keagungan-Nya, penuh dengan kecintaanNya dan senantiasa dalam penjagaan-Nya dan selalu malu darinya, Syetan mana yang berani memasuki hati ini? Bila ada yang ingin mencuri sesuatu darinya, apa yang akan dicurinya? (rumah pertama).


Hati yang di dalamnya ada tauhid Allah, mengerti tentang Allah, mencintaiNya, dan beriman kepadaNya, serta membenarkan janjiNya, Namun di dalamnya ada pula syahwat, sifat-sifat buruk, hawa nafsu dan tabiat tidak baik. Hati ini ada diantara dua hal. Kadang hatinya cenderung kepada keimanan, ma'rifah dan kecintaan kepada Allah semata, dan kadang condong kepada panggilan syetan, hawa nafsu dan tabiat tercela.(rumah kedua) 

Hati semacam inilah yang dicari oleh syetan dan diinginkannya. Dan Allah memberikan pertolongan-Nya kepada yang dikehendakiNya. "Dan kemenanganmu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi maha bijaksana." (Ali Imran:126)


Syetan tidak bisa mengganggunya kecuali dengan senjata yang dimilikinya, yang dengannya ia masuk dalam hati. Di dalam hati seperti ini syetan mendapati senjata-senjatanya yang berupa syahwat, syubhat, khayalan-khayalan dan angan-angan dusta yang berada di dalam hati.


Saat memasukinya, syetan mendapati senjata-senjata tersebut dan mengambilnya serta menjadikannya menetap di hati. Apabila seorang hamba mempunyai benteng keimanan yang mengimbangi serangan tersebut, dan kekuatannya melebihi kekuatan penyerangnya, maka ia akan mampu mengalahkan syetan. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata.

Rabu, Oktober 06, 2010

"URIP MUNG MAMPIR NGOMBE"

Dalam judul di blog saya tertulis kata – kata “urip mung mampir ngombe”, yang mungkin membuat sebagian pengunjung sedikit penasaran dan bertanya: “Apaan tuh!?” Kalimat yang saya cantumkan tersebut sebenarnya merupakan refleksi atas pemaknaan terhadap perjalana hidup diri saya. Dan melalui tulisan ini, saya ingin membagikan perspektifnya kepada para pengunjung sekalian. Akan tetapi, kiranya perlu saya sampaikan permohonan maaf terlebih dulu apabila dalam tulisan saya selanjutnya ada hal – hal yang tidak bersesuaian dan mungkin sampai menyinggung prinsip yang dianut oleh sebagian pengunjung blog ini.

Kata – kata dalam header blog saya tersebut merupakan salah satu ungkapan dalam bahasa Jawa yang artinya adalah: “Hidup ini hanyalah sekedar mampir untuk minum”. Kesadaran akan pemaknaan ungkapan tersebut bermula ketika melihat anak – anak saya sedang bermain, kemudian terlintas dalam pikiran akan satu hal: “Perasaan saya kemarin masih anak – anak, tapi sekarang sudah punya anak”. Saya seperti melihat rekaman kehidupan saya diputar ulang demi melihat anak – anak yang lagi asyik bermain itu. Dan sungguh, waktu berputar sedemikian cepatnya tanpa terasa. Setelahnya, seolah – olah muncul pertanyaan lanjutan yang menohok diri saya: “Apa yang sudah kamu perbuat selama ini?” Pertanyaan interogatif inilah yang terus menggelayuti benak saya, dan pada akhirnya memaksa serta menggiring diri saya untuk menjawab pertanyaan pamungkas, yaitu: “Kamu itu sebenarnya mau ke mana?” 

Saya adalah seorang Muslim yang sedang dan akan terus belajar tentang Islam. Oleh karena itu, bingkai saya dalam mempersepsi dan menemukan jawaban di atas akan saya letakkan dalam ranah ajaran Islam. Kenapa? Karena meskipun saya terlahir dari orang tua yang beragama Islam, namun saya tidak mau menjadi Muslim hanya karena faktor keturunan. Saya ingin menjadi seorang Muslim yang memilih Islam dengan penuh kesadaran bahwa hanya ajaran inilah yang menurut saya benar, yang akan dapat menyelamatkan saya baik di kehidupan dunia ini maupun kehidupan setelah kematian nanti. Lagi pula, di dalam Al-Qur’an Allah banyak mengajukan tantangan kepada seluruh manusia atas berbagai fenomena di sekeliling kita baik sains maupun sosial, dengan pertanyaan – pertanyaan: “Apakah kamu tidak berpikir?”; “ Apakah kamu tidak memperhatikan?”; dan berbagai pertanyaan serupa lainnya. Tuhan dalam Islam sangat menganjurkan manusia untuk berpikir mengenai hakikat keberadaan dirinya! Jangankan itu. Bahkan sebelum manusia diciptakan pun, dengan ke-Maha Bijaksanaan-Nya, Allah sudah berdialog dengan salah satu makhluk ciptaannya yaitu malaikat, untuk menjawab pertanyaan mereka yang seolah protes tentang rencana-Nya untuk menciptakan manusia. Episode ini dinarasikan secara apik oleh Prof. Jeffrey Lang (http://en.wikipedia.org/wiki/Jeffrey_Lang), seorang professor matematika di Universitas Kansas, Amerika, dalam bukunya yang berjudul Even Angels Ask: A Journey to Islam in America. Edisi bahasa Indonesia buku ini berjudul “ Bahkan Malaikat pun Bertanya”.

Kembali ke topik semula.

“Kamu itu sebenarnya mau ke mana?” adalah pertanyaan yang membawa saya kepada kesadaran akan ke-Maha Bijaksana-an Allah tentang tujuan penciptaan manusia, yang tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya (Adz-Dzariyat: 56). Allah adalah Maha Pencipta (Al-Khaliq), sementara yang selain Allah adalah makhluk atau yang dicipta. Pencipta berkuasa mutlak terhadap yang dicipta, dan keduanya tidak akan pernah sama dalam segala sesuatunya. Dalam konsep Islam, seluruh makhluk tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Matahari dan planet – planet dalam tata surya misalnya, mereka semua bergerak dalam garis edarnya masing – masing sesuai dengan yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, yang ditunjukkan oleh-Nya ketentuan tersebut kepada manusia dalam hukum – hukum astronomi. Selain itu, dalam Islam ada pula yang disebut malaikat, yakni makhluk Allah yang senantiasa memuji dan menaati-Nya secara total, tanpa membantah, tanpa mempertanyakan apapun keputusan-Nya.

Jadi, dengan penghambaan seluruh makhluknya yang sedemikian tunduk, mengapa Allah masih menciptakan manusia? Apakah Allah masih membutuhkan tambahan penghambaan dari selain-Nya? Maha Suci Allah dari sifat yang demikian. Sesungguhnya jika seluruh makhluk tidak tunduk dan patuh kepada-Nya, hal itu tidak akan mengurangi ke-Maha Besar dan Maha Kaya-an Allah. Dan sebaliknya, ke-Maha Besar dan Maha Kaya-an Allah tidak akan bertambah bila seluruh makhluk patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah adalah Zat yang Maha Berdiri Sendiri dan tidak tergantung kepada apa dan siapa pun, yang Maha Awal dan akan terus ada untuk selamanya.
Dengan demikian, maka Allah menciptakan (jin dan) manusia supaya mereka beribadah kepada-Nya, sebenarnya merupakan drama kehidupan dengan narasi besar bahwa apa pun aktivitas di dalamnya seharusnya berada di dalam bingkai ketaatan dan ketundukan kepada skenario yang sudah ditentukan Allah sebagai Sang Sutradara. Dengan pemahaman ini, maka kegiatan sekecil apa pun yang sesuai dengan aturan-Nya dalam pentas kehidupan ini akan bernilai ibadah kepada-Nya. Sehingga, ibadah sebenarnya memiliki makan yang luas dan tidak boleh dikungkung pada pengertian sempit sebagai kegiatan ritual belaka! 

Coba kita petik sebagian isi buku Prof. Jeffrey Lang tentang kisah penciptaan manusia pertama, yang berusaha mendeskripsikan ayat ke – 30 dalam surat Al-Baqarah. Dijelaskan bahwa eksistensi Adam dan anak keturunannya tidak lain adalah untuk menerima amanah sebagai khalifah di muka bumi. Kata khalifah berarti wakil, delegasi, perwakilan, seseorang yang diberi wewenang untuk bertindak buat orang lain. Karena itu, tampak bahwa keberadaan manusia dimaksudkan untuk mewakili dan bertindak atas nama Tuhan.

Ini tidak mudah, mengingat Allah juga menyatakan bahwa di dalam diri manusia tersimpan potensi kebaikan dan keburukan (As-Syams: 8). Dan sudah jamak dipahami bahwa frekuensi diri kita lebih mudah tergetar dan nyambung dengan sesuatu yang ber-content kurang baik. Hal ini wajar saja, karena data base di content server –nya selalu akan menyajikan segala pilihan kesenangan secara real time yang bisa didapat dengan segera, lewat jalan pintas tanpa susah payah. Sedangkan content yang baik biasanya dalam kondisi encrypted sehingga tidak mudah bagi kita untuk segera menikmati isinya. Semakin menjanjikan dan menggairahkan content-nya, semakin sulit persandiannya, sehingga mengharuskan kita untuk lebih bekerja keras dalam memecahkannya. Ini memerlukan waktu yang terkadang lama dan sangat menguras stamina. Tapi tak apa, karena kewajiban kita hanyalah bekerja dan beramal, bukan hasil. Jadi yang akan dievaluasi oleh Allah adalah kualitas dari proses yang kita jalani itu (At-Taubah: 105). Karena itu, jelaslah bahwa tugas yang juga menjadi kewajiban kita adalah mempelajari A sampai Z –nya rambu – rambu yang digariskan Allah, supaya perjalanan kita dalam mengemban tongkat amanah kekhalifahan tadi berada dalam koridor yang dimaksud oleh Sang Pencipta.

Dengan demikian, jelaslah bahwa perjalanan untuk meraih kenikmatan yang dijanjikan, yang nota bene adalah sesuatu yang jauh di depan dan tidak real time terlihat di depan mata, akan sangat panjang dan melelahkan. Kita harus selalu dalam kondisi waspada dan terjaga, karena ngantuk biarpun sedikit akan mengakibatkan kekaburan dalam membaca dan memahami rambu – rambu perjalanan. Karena itu, rehat merupakan sebuah keniscayaan dalam hal ini. Akan tetapi, rehat hanyalah sekedar melepas lelah barang sejenak, untuk minum mereguk segarnya oase ilmu serta mengumpul bekal yang tidak membebani perjalanan. Inilah yang saya maksud dengan “urip mung mampir ngombe”.

Senin, Oktober 04, 2010

"CIRI-CIRI WANITA SHALEHAH"

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar shalehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah SWT.

Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu:
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami
 

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan RasulNya

Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah SAW?
- Mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW melebihi dari segala-galanya.
- Wajib menutup aurat.
- Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliyah.
- Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada muhrim bersamanya.
- Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa.
- Berbuat baik kepada ibu & bapa.
- Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang.
- Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa.
- Bersikap baik terhadap tetangga.

2. Taat kepada suami 

- Memelihara kewajipan terhadap suami.
- Sentiasa menyenangkan suami.
- Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.
- Tidak cemberut di hadapan suami.
- Tidak menolak ajakan suami untuk tidur.
- Tidak keluar tanpa izin suami.
- Tidak meninggikan suara melebihi suara suami.
- Tidak membantah suaminya dalam kebenaran.
- Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya.
- Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik & kecantikannya serta rumah tangga.

 Adakah ???

"PENYEBAB KEMEROSOTAN AKHLAQ"

Akhlak, memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia, dan sebaliknya juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot dan jatuh ke dalam keterpurukan. Di antara sebab-sebab yang menjadikan merosotnya akhlak adalah sebagai berikut:

1. Lemah Iman
Lemahnya iman merupakan pertanda dari kerendahan dan rusaknya moral, ini disebabkan karena iman merupakan kekuatan (untuk membina akhlak) dalam kehidupan seseorang.

2. Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak yang sangat kuat bagi perilaku seseorang, karena -seperti dikatakan pepatah- bahwa seseorang adalah anak lingkungannya. Kalau dia hidup dan terdidik dalam lingkungan yang tidak mengenal makna adab dan akhlak serta tidak tahu tujuan hidup yang mulia, maka akhlaknya akan rusak sebagai mana hasil didikan lingkungannya.

3. Kondisi tak Terduga
Terkadang seseorang secara tak terduga mendapati kondisi yang menjadi sebab bagi berubahnya perilaku dan kehidupannya. Yang tadinya baik tiba-tiba berubah menjadi buruk, jahat, tak bermoral dan sebagainya. Di antara kondisi tak terduga tesebut adalah:
-Terkucil
Keterkucilan terkadang menyebab kan seseorang berperilaku buruk, dadanya menjadi sempit dikarenakan rasa kecewa yang mendalam atau kurangnya kesabaran.
-Kaya
Seseorang yang baik dapat berubah akhlaknya menjadi buruk dengan sebab kekayaan, yaitu menjadi sombong dan buruk perilakunya.
-Fakir
Kefakiran, sebagaimana juga kekayaan dapat menjadi pemicu bagi perubahan perilaku seseorang dari baik menjadi buruk. Mungkin karena merasa kedudukannya menjadi rendah, atau karena kecewa atas hilangnya kekayaan yang selama ini dimilikinya.
-Kesedihan
Kesedihan yang dibiarkan berlurut-larut dalam hati akan menyebabkan hati terobsesi dengannya sehingga menyebabkan seseorang tidak tahan dan tidak sabar menanggungnya. Akibatnya dia lari kepada hal-hal yang buruk sebagai pelampiasan, sehingga dikatakan bahwa kesedihan itu seperti racun.
-Sakit
Yaitu sakit yang menyebabkan perubahan tabi’at, sebagaimana juga perubahan pada anggota badannya. Maka akhirnya tidak lagi mampu untuk bersikap lurus proposional (i’tidal) dan tidak kuasa menahan berbagai penderitaan.
-Usia Lanjut
Usia lanjut sangat berpengaruh terhadap berubahnya kondisi fisik atau anggota badan. Demikian juga terkadang berpengaruh terhadap akhlak seseorang, karena menurunnya kemampuan, kecantikan dan kondisi diri sehingga dia merasa lemah untuk bersikap sabar dalam menerima kenyataan.

4. Ujub
Dari sikap ujub ini muncul berbagi akhlak tercela seperti sombong/ merendahkan orang/takabbur/besar kepala dan semisalnya.
Abu Wahb al-Marwazi berkata, “Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak, Apakah kibr (sombong) itu??¨ Dia menjawab, “Jika engkau merendahkan orang lain.” Lalu aku bertanya tentang ujub, maka beliau menjawab, jika engkau memandang bahwa dirimu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, aku tidak tahu sesuatu yang lebih buruk bagi orang yang shalat daripada ujub.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 8/407).
Iman Ibnul Qayyim berkata, “Biang akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat sesuatu apa pun dan lain sebagainya.
Sedangkan sikap rendah diri dan kekerdilan jiwa melahirkan dusta, khianah, riya’, makar, penipuan, tamak, inkonsisten, pengecut, kikir, lemah, malas, hina bukan karena Allah Ta’aala memilih yang rendah daripada yang baik dan semisalnya. (Periksa al-Fawaid, 143-144)

5. Tidak Mengingkari Orang yang Berakhlak Buruk
Membiarkan orang lain berbuat keburukan, memberikan toleransi dan tidak peduli terhadap mereka adalah bukan sebuah sikap yang baik. Bahkan itu merupakan kelemahan serta memberikan peluang kepada mereka untuk terus melakukan perbuatan buruk, bahkan merupakan sebuah andil dalam perbuatan buruk mereka.

6. Rumah Tangga
Jika sebuah rumah tangga penghuninya membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak akan ikut terbiasa juga dengan akhlak tersebut. Sebaliknya jika sebuah rumah tangga tidak pernah mengenalkan dan membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak juga akan tidak tahu adab dan ketinggian moral.

7. Lupa Aib Diri Sendiri
Tatkala seseorang melupakan aib diri sendiri, maka dia tidak akan mengoreksi dan introspeksi diri. Dan hal ini merupakan salah satu sebab merosotnya ketinggian akhlak seseorang. Karena lupa akan kekurangan diri sendiri adalah sebuah kekurangan.

8. Kekerdilan Jiwa (Rendah Diri)
Ketika jiwa seseorang kerdil maka dia tidak mampu untuk memenuhi berbagai macam hak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya karena merasa berat dengan itu semua. Oleh karena itu dia mencari-cari alasan yang tidak benar atas kesalahannya dengan berbagai cara seperti berdusta, berkhianat atau bersikap munafik. Tak jarang juga melemparkan kesalahan kepada pihak lain yang sebenarnya tidak bersalah.

9. Teman yang Buruk
Ketika seseorang berteman dengan orang yang buruk perangai maka dia biasanya akan terpengaruh dengan temannya tersebut, dan ini merupakan sebab akhlak seseorang menjadi rendah. Berteman dengan orang buruk juga terkadang menjadikan tumbuhnya su’udzan (buruk sangka) terhadap orang baik-baik.

10. Peristiwa Kehidupan
Salah satu sebab yang menjadikan akhlak seseorang rendah adalah terjadinya suatu peristiwa yang menyenangkan atau menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Jika seseorang memiliki iman yang kuat, maka dia akan menyikapi setiap peristiwa dengan benar. Dia akan bersyukur ketika mendapatkan kebaikan dan akan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Sedangkan jika imannya lemah, maka dia akan sombong dan takabbur ketika meraih kenikmatan atau akan putus asa ketika tertimpa bencana.

11. Maksiat
Di antara akhlak rendah yang diakibatkan oleh kemaksiatan adalah berupa hilangnya cemburu dan rasa malu, lalu disusul dengan berbagai perbuatan keji dan buruk lainnya. Di dalam kitab ad-Daa’ wad-Dawaa’ hal 71-72 disebutkan, “Seseorang apabila semakin asyik dengan dosa, maka akan berkurang dari qalbunya rasa cemburu terhadap diri, keluarganya dan orang lain pada umumnya. Dan terkadang jika qalbu benar-benar lemah, maka keburukan tidak lagi dianggap sebagai keburukan. Jika telah sampai pada tingkat ini, maka berarti dia telah masuk pada pintu kebinasaan, bahkan amat banyak yang bukan hanya sekedar tidak menganggap buruk perbuatan buruk, namun lebih dari itu yaitu menganggap keburukan sebagai kebaikan.

12. Tabi’at (Watak Asli)
Ada sebagian orang yang memang memiliki tabi’at/watak asli yang buruk, rendah, suka iri dan dengki terhadap orang lain. Dan tabi’at ini lebih mendominasi pada diri orang tersebut, sehingga terkadang pendidikan yang diperolehnya sama sekali tidak mempengaruhi perilakunya.

13. Media Massa
Salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan adalah munculnya berbagai media massa dan stasiun-stasiun televisi yang beraneka macam dengan menyiarkan acara yang merusak dan cenderung mengajak kepada kerendahan moral. Tidak sedikit masyarakat yang gandrung dan kecanduan dengan seorang artis atau acara tertentu, sehingga dengan tanpa ilmu ikut-ikutan terhadap perilaku mereka yang rendah. Wal’iyadzu billah. 

(Sumber: Bina’ul Akhlaq, Abdullah bin Salim al-Qurasyi hal 92-101, secara ringkas./alsofwah/kholif)

Selasa, September 28, 2010

"KERUDUNG GAUL : BERJILBAB TAPI "TELANJANG"

Jika seorang wanita muslimah memakai hijab (jilbab), secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki “Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi saya hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang yang merdeka dan tidak terikat dengan siapa pun dan aku tidak tertarik kepada siapa pun, karena saya jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang sengaja mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”

Wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain, akan mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh “Aduhai betapa cantiknya?”

Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya, sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah ia sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.

Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap laki-laki yang melihat menundukkan pandangan dan bersikap hormat. Mereka juga menyimpulkan, bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala ,
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab :59).

Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh serta paras kecantikannya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani. Hal itu jelas mengundang perhatian laki-laki yang hobi menggoda dan mempermainkan kaum wanita, sehingga mereka menjadi mangsa laki-laki bejat dan rusak tersebut.Dia ibarat binatang buruan yang datang sendiri ke perangkap sang pemburu. Akhirnya, ia menjadi wanita yang terhina, terbuang, tersisih dan kehilangan harga diri serta kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan malapetaka hidup.
==================================================
Syarat-Syarat Hijab (pakaian islami bagi wanita):

Pertama;

Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)

Dan juga firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).
Ke dua;

Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal, tidak menampakkan warna kulit tubuh (transfaran).

Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.

Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan tidak bermotif.

Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian dibakar dengan Neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).

Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian berdasar-kan hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary, dia berkata, Bahwa Rasulullah bersabda,“Siapa pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina” (H.R Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan)
Ke tiga; Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dan Rasulullah mengutuk seorang laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki. (H.R. Abu Dawud an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih).

Catatan : Menutup wajah menurut syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitabnya Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah Fil Kitab Was Sunnah, adalah sunnah, akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan.
Semoga tulisan ini memberi manfaat bagi seluruh kaum muslimin, terutama para wanita muslimah agar lebih mantap/teguh dalam menjaga hijab mereka.

dikutip dari tulisan : Ummu Ahmad Rifqi

"WASIAT UNTUK SELURUH UMAT ISLAM"

Janganlah kamu :
saling dengki,
saling membenci,
saling mengintip rahasia,
saling bersaing,
saling mencari keburukan,
saling menawar lebih tinggi untuk menipu pembeli sehingga menawar tinggi,
saling memutuskan hubungan,
saling bermusuhan,
janganlah sebagian kalian menjual atas jualan yang lain.

Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara
sebagaimana yang diperintahkan Allah.

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain,
tidak boleh menganiaya, tidak boleh menelantarkannya dan tidak boleh menghinanya.

(sebarkan kepada teman dan saudara muslim yang lain).

"CEWEK ... BEGINI SEHARUSNYA"

Kalau Engkau Jantan, Nikahilah Aku !! (jangan cuma mengajak berpacaran !!!!!!)

Jika seorang pria tulus mencintai wanita tentu sang pria berharap sang wanita selalu selamat dan tidak mungkin sang pria secara sengaja mencelakakan wanita.

Kecuali jika sebenarnya hanyalah nafsu yang berkedok cinta maka bisa saja si pria tidak peduli dengan keselamatan wanita asalkan hasratnya terpenuhi, dia tak peduli apakah si wanita akan celaka atau tidak, yg penting dirinya senang.

Inilah hakekat pacaran, para pria yg memacari wanita sebenarnya cintanya tidak tulus, yang ada sebenarnya hanyalah nafsu dan hasrat pribadi, bukan cinta. BUKTINYA dia tidak peduli jika wanita yang dipacarinya celaka dan masuk neraka, asalkan dirinya bisa bersenang-senang dengan wanita tersebut, jadi sudah jelas cintanya itu palsu, sebenarnya hanya nafsu saja.

Barangsiapa mencium pacarnya, berarti cintanya palsu, sebab yang dicari hanyalah kesenangan pribadinya, karena dia tidak peduli jika yang dicium itu celaka, sebab ciuman adalah zina ringan yang termasuk dosa. Dan dosa bisa mengantar kekasihnya itu ke neraka.

Jika cinta kita tulus tentu kita tidak tega berbuat sengaja untuk mencelakakan kekasih, tidak mungkin tega mendorong kekasih ke tengah jalan raya agar ditabrak kendaraan-kendaraan yang lewat. Tidak mungkin tega membakar dengan api orang yang kita cintai. Lantas kenapa kita tega memasukkan orang-orang yang kita cintai ke dalam api neraka?? Renungkanlah wahai yang masih punya hati… !!! Dan berbuat maksiat dengan pacar sama saja mencelakakan pacar itu dengan dosa yang bisa berujung siksaan di neraka di akherat.

Karena itu jika cinta kita tulus tentu kita tidak akan lama-lama berpacaran tetapi secepat mungkin menikahinya sehingga semua yang kita lakukan kepadanya menjadi halal, sehingga tidak mencelakakan kekasih kita dengan api neraka. Dan saat berpacaran pun kita tidak boleh berbuat macam-macam kepada sang pacar, apalagi sampai berzina, agar tidak mencelakakan pacar kita dalam api neraka.

Orang-orang yang berpacaran hanyalah orang-orang pengecut yang berani berbuat tapi tidak berani bertanggung jawab, dan cinta mereka palsu karena tega menjerumuskan pacarnya kedalam api neraka, kenapa mereka tidak kasihan dengan pacarnya?? Atau beginikah jika nafsu telah mengalahkan logika?

Besar kecilnya dosa berpacaran sebanding dengan banyak sedikitnya aktivitas maksiat dan zina yang dilakukan selama berpacaran.

Pesan buat yang masih pacaran: jangan mencium, jangan menyentuh pacar, jangan berduaan ditempat sepi, jangan berzina, jangan berbuat maksiat dengan pacar, dan segeralah menikah karena itu… Kalau Engkau Memang Jantan, Segera Nikahilah Aku !! (jangan cuma mengajak berpacaran !!!!!!)

Jumat, September 24, 2010

"KIAT MENGATASI TERORISME DI TENGAH KAUM MUSLIMIN"

Oleh Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin

Ada beberapa cara yang secara teoritis dapat ditempuh oleh kaum Muslimin dan pihak-pihak berkepentingan untuk mengatasi dan memutuskan berlangsungnya kegiatan teror. Namun, secara praktis memerlukan kesungguhan dan keikhlasan kerja dari berbagai pihak. Motivasi yang mendorong kerja keras ini, yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah Azza wa Jalla, dengan maksud mencari ridha serta pahala-Nya. Sehingga yang diutamakan adalah kemaslahatan dan kepentingan umum, bukan kemaslahatan dan kepentingan pribadi. Dengan demikian, akan tercipta upaya penanggulangan bersama, dalam lingkup ta'âwun 'alal al-Birri wat-Taqwa (tolong menolong serta kerjasama berdasarkan kebaikan dan ketakwaan), bukan atas dasar berebut kepentingan duniawi yang memicu persaingan tidak sehat dan saling mencurigai.

Akar radikalisme yang memicu tindakan kekerasan dan terorisme sebenarnya sudah muncul semenjak zaman Sahabat masih hidup. Terutama mulai mencuat pada zaman pemerintahan Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu 'anhu. Oleh sebab itu, beberapa kiat yang akan dipaparkan di bawah ini di dasarkan pada langkah-langkah yang pernah dilakukan oleh para Sahabat dan para Ulama salaf dalam mengatasi berkembangnya akar radikalisme pada waktu itu.

Sebelum menyimpulkan kiat-kiat dimaksud, alangkah baiknya dikemukakan terlebih dahulu beberapa riwayat shahîh yang akan dijadikan landasan dalam megambil kesimpulan.

Riwayat-riwayat itu antara lain:
A. Dialog Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhu dengan orang-orang khawarij. Beliau bercerita, “Ketika orang-orang Haruriyah [1] melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu 'anhu, mereka mengisolir diri di sebuah camp. Jumlah mereka pada waktu itu sekitar 6000 orang. Mereka bersepakat untuk melakukan pemberontakan kepada Ali bin Abi Thâlib. Dan sudah seringkali orang datang kepada Ali Radhiyallahu 'anhu dan mengingatkannya seraya berkata, "Wahai Amirul Mu'minin, sesungguhnya orang-orang Harûriyah itu akan memberontak kepada engkau". Setiap kali itu pula Ali Radhiyallahu 'anhu menjawab, "Biarkan mereka. Saya tidak akan memerangi mereka sampai mereka memerangi saya. Dan mereka pasti akan melakukannya!"

Pada suatu hari, sebelum shalat Zhuhur, aku datang menemui Ali Radhiyallahu 'anhu. Aku berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mu'minin, tundalah shalat Zhuhur sampai waktu tidak terlalu panas, karena aku ingin berbicara sebentar dengan orang-orang Harûriyah itu.

Ali Radhiyallahu 'anhu menjawab, “Aku mengkhawatirkan engkau.”
Aku menjawab, “Jangan khawatir!” Aku dikenal (di masyarakat) sebagai orang yang memiliki akhlak baik, aku tidak pernah menyakiti siapapun.

Akhirnya Ali Radhiyallahu 'anhu mengizinkan aku untuk pergi mendatangi mereka. Lalu kukenakan pakaian paling indah yang berasal dari Yaman dan ku sisir rambutku. Selanjutnya aku datangi mereka di suatu perkampungan pada tengah hari saat mereka sedang bersantap siang. Ternyata, aku dapati bahwa mereka itu adalah sekelompok orang yang aku lihat, sebelumnya tidak pernah ada seorang pun yang yang lebih bersemangat dalam beribadah selain mereka. Dahi-dahi mereka hitam menebal karena banyak bersujud. Telapak-telapak tangan mereka seolah-olah seperti lutut onta (karena sering digunakan untuk menopang tubuh saat bersujud). Mereka mengenakan pakaian yang sudah usang, sedangkan wajah-wajah mereka pucat (karena banyak shalat malam).

Aku ucapkan salam kepada mereka. Tetapi jawaban mereka adalah, "Selamat datang wahai Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhu ! Mewah sekali pakaian yang engkau kenakan!"

Aku menjawab, "Mengapa kalian mencela aku? Padahal aku pernah melihat Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenakan pakain dari Yaman yang jauh lebih indah daripada yang aku kenakan ini. Kemudian aku bacakan sebuah ayat al-Qur'ân kepada mereka:

"Katakanlah,"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik"? [Ali Imrân/7:32]

Mereka lalu bertanya kepadaku, “Ada perlu apa engkau datang kemari?”

Aku menjawab, “Aku datang sebagai utusan para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu para Muhajirin dan Anshar. Juga sebagai utusan dari anak paman Nabi dan sekaligus menantu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang yang kepada merekalah al-Qur'ân turun langsung, sehingga mereka pasti lebih memahami tafsir al-Qur'ân dibanding kalian. Sementara itu, tidak ada seorang Sahabat Nabi-pun yang berada di tengah-tengah kalian. Sekarang aku siap (menjadi jembatan) untuk menyampaikan kepada kalian apa yang mereka katakan, dan siap menyampaikan kepada mereka apa yang kalian katakan.

Tiba-tiba sebagian mereka berkata kepada kawan-kawannya, “Kalian jangan melayani pertengkaran dengan orang Quraisy, karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

"Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar". [az-Zukhruf/43:58]

Tetapi, kemudian ada seorang yang datang menuju kepadaku. Orang ini berkata (kepada mereka), “Ada dua atau tiga orang yang akan berbicara kepadanya (maksudnya Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhu)

Maka aku berkata, “Silakan! Apa (sebab) penolakan kalian kepada para Sahabat Nabi n dan kepada anak paman beliau?”
Mereka menjawab, “Ada tiga hal.”
Aku berkata, “Apa saja ketiga hal itu?”
Mereka berkata, “Pertama, karena sesungguhnya Ali Radhiyallahu 'anhu telah menjadikan manusia sebagai penentu hukum dalam urusan (agama) Allah Azza wa Jalla. Padahal Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

"Tidak lain hak menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah". [al-An'âm/6:57, juga Yûsuf/12:40 dan 67]

Aku berkata, “Ini yang pertama.”

Mereka melanjutkan, “Adapun yang kedua, karena Ali Radhiyallahu 'anhu telah memerangi (Aisyah Radhiyallahu 'anhuma, begitu juga Mu'âwiyah Radhiyallahu 'anhu), tetapi ia tidak melakukan penawanan perang dan tidak mengambil ghanîmah. Jika yang diperangi Ali Radhiyallahu 'anhu adalah orang-orang kafir, berarti tawanannya adalah halal. Tetapi kalau yang diperangi Ali Radhiyallahu 'anhu adalah orang-orang Mukmin, berarti tidak halal mengadakan tawanan perang dan tidak halal pula memerangi mereka.

Aku berkata, “Ini yang nomor dua, lalu apa yang ketiga?”

Mereka berkata, “Ia telah menghapus kedudukan Amirul Mukminin dari dirinya. Dengan demikian, kalau ia bukan Amirul Mukminin, berarti ia adalah Amirul Kafirin (amirnya orang-orang kafir).

Aku berkata, “Apakah masih ada sesuatu yang lain selain yang tiga itu?”
Mereka menjawab, “Cukup itu saja.”

Selanjutnya, akupun berkata kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian, jika aku bacakan ayat-ayat dari Kitabullâh (al-Qur'ân) dan Sunnah Nabi-Nya yang dapat membatalkan perkatakaan kalian, apakah kalian mau rujuk (kembali kepada kebenaran)?

Mereka menjawab, “Ya.”

Aku berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali Radhiyallahu 'anhu telah menjadikan manusia sebagai penentu hukum dalam urusan agama Allah Azza wa Jalla, maka akan aku bacakan kepada kalian ayat al-Qur'ân yang menjelaskan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menyerahkan hukum-Nya kepada manusia dalam masalah yang nilainya hanya seperempat dirham. Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan manusia untuk menetapkan hukum dalam hal ini.

Bukankah kalian membaca firman Allah Azza wa Jalla :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan hukum dua orang yang adil di antara kamu". [al-Mâ'idah/5:95]

Dalam ayat ini, ketetapan hukum Allah Azza wa Jalla ialah menyerahkan keputusan hukum kepada manusia agar memutuskan hukum tentang pembunuhan terhadap hewan buruan yang dilakukan oleh orang yang sedang berihrâm. Padahal, jika Allah Azza wa Jalla menghendaki, Dia akan menghukuminya sendiri. Jadi, diperbolehkan putusan hukum manusia.

Demi Allah Azza wa Jalla, aku minta kalian bersumpah; apakah putusan hukum yang dibuat manusia dengan tujuan mendamaikan hubungan kaum Muslimin dan mencegah tertumpahnya darah mereka itu lebih baik ataukah urusan darah kelinci (yang lebih baik)?

Mereka menjawab, “Tentu ini lebih baik.”

Aku melanjutkan, Begitu juga tentang seorang perempuan dengan suaminya, Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (pemutus hukum) dari keluarga laki-laki dan seorang hakim (pemutus hukum) dari keluarga perempuan". [an-Nisa'/4:35]

Aku minta kalian bersumpah, apakah ketetapan hukum manusia dalam rangka perdamaian hubungan sesama kaum Muslimin dan dalam rangka pencegahan bagi tertumpahnya darah mereka, itu lebih baik ataukah ketetapan hukum manusia tentang kemaluan seorang perempuan?

Sudahkah jawabanku menjadikan kalian puas?
Mereka menjawab, “Ya.”

Selanjutnya aku berkata, “Adapun perkataan kalian (yang kedua) bahwa Ali Radhiyallahu 'anhu memerangi (Aisyah Radhiyallahu 'anhuma), tetapi tidak melakukan penawanan dan tidak mengambil ghanîmah. Maka (aku katakan,) “Apakah kalian akan menawan ibu kalian; Aisyah Radhiyallahu 'anha ?, Apakah kalian akan menghalalkannya sebagaimana kalian menghalalkan wanita lain sedangkan beliau adalah ibu kalian? Jika kalian menjawab bahwa kami menghalalkannya sebagaimana kami menghalalkan wanita lain yang menjadi tawanan, berarti kalian telah kafir. Sebaliknya jika kalian mengatakan bahwa Aisyah Radhiyallahu 'anha bukan ibu kami, kalianpun telah menjadi kafir. Sebab Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka". [al-Ahzab/ 33:6]

Dengan demikian, kalian berada pada salah satu di antara dua kesesatan, silahkan coba cari jalan keluarnya.

Jadi apakah jawaban dapat memuaskan kalian?
Mereka menjawab, “Ya.”

Aku melanjutkan, “Adapun (perkataan kalian yang ketiga) bahwa Ali Radhiyallahu 'anhu telah menghapuskan kedudukan sebagai Amirul Mukminin dari dirinya; maka akan aku datangkan jawaban yang memuaskan bagi kalian. Yaitu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika membuat perjanjian damai di Hudaibiyah dengan orang-orang kafir Mekah, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu 'anhu, "Hapuslah wahai Ali (kata Rasul Allah Azza wa Jalla ). Allâhumma, sesungguhnya engkau mengetahui (wahai Ali Radhiyallahu 'anhu ) bahwa aku adalah Rasul Allah Azza wa Jalla. Tulislah kata-kata, “Ini adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdullâh'."[2]

(Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu selanjutnya berkata:) Demi Allah, sesungguhnya Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pasti lebih baik dari Ali Radhiyallahu 'anhu, ternyata beliau telah menghapus kata 'Rasul Allah' dari dirinya, dan ternyata hal itu tidak berarti bahwa beliau menghapus kenabian dari dirinya.
Sudahkah aku dapat keluar (dari perkataan kalian) hingga menjadikan kalian puas?

Mereka menjawab, “Ya.”

Akhirnya, ada dua ribu orang di antara mereka yang rujuk (kembali kepada kebenaran), sedangkan sisanya tetap melakukan pembangkangan dan pemberontakan. Akhirnya, dalam kesesatan mereka, mereka semua dibunuh oleh para Sahabat Muhajirin dan Anshar dalam peperangan".[3]

Dari riwayat ini dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Khawârij adalah pencetus lahirnya gerakan radikal kaum Muslimin, yang intinya adalah takfîr (pengkafiran) terhadap umat Islam, khususnya para penguasa.
2. Upaya pembinaan dilakukan dengan cara dialog oleh orang yang ahli dan menguasai dalil.
3. Pelaku pembinaan, di samping harus menguasai dalil dan bermanhaj salaf, juga harus dikenal sebagai orang yang berakhlak mulia, sehingga memperkecil kemungkinan mendapat perlakuan yang berbahaya.
4. Pembinaan dilakukan dengan penuh hikmah. Yang dimaksud penuh hikmah adalah ilmiah berdasarkan kekuatan hujjah dan tidak berbentuk tekanan berupa penghinaan. Sebab, hal itu akan dapat menghambat keterbukaan.
5. Radikalisme dan kegiatan peledakan pada akhir-akhir ini dimotori oleh orang-orang yang memiliki kemampuan mengemukakan dalil-dalil untuk membenarkan tindakannya meskipun salah. Mereka juga menguasai serta menghafalkan dalil-dalil, beberapa kaidah penting dan penafsiran para Ulama terkenal yang mereka fahami menurut kemauan mereka. Sehingga apabila pembinaan dilakukan oleh orang-orang yang tidak menguasai ajaran Islam dengan benar, maka argumentasinya akan dianggap angin lalu, meskipun untuk sementara waktu mungkin ditanggapi diam. Tetapi sebanarnya sedang menimbun api dalam sekam.
6. Mereka tentu terdiri dari kelompok-kelompok yang berjengjang. Karena itu memerlukan penanganan terpisah menurut bobot masing-masing.
7. Intisari dari kesimpulan ini adalah kembali pada manhaj Sahabat. Sebab al-Qur'ân turun langsung kepada para Sahabat, sehingga merekalah yang paling memahami makna-makna dan maksud-maksud al-Qur'ân dengan bimbingan langsung dari Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Cara inilah yang ditempuh oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhuma, dan beliau adalah seorang Sahabat.

B. Riwayat yang kedua adalah tentang kasus Yazîd bin Shuhaib al-Faqîr. Seorang tabi'in yang berdomisili di Kufah Irak, negeri yang waktu itu banyak didominasi oleh berbagai aliran menyimpang, di antaranya orang-orang khawârij. Semula, ia termakan oleh pemikiran sesat khawarij, dan bahkan menjadi tokoh. Namun, akhirnya Yazîd terselamatkan dari kesesatan pemikirannya setelah bertemu dengan seorang Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengkonsultasikan pemahamannya tentang al-Qur'ân kepada Sahabat Nabi tersebut.

Riwayat ini terdapat dalam Kitab Shahîh Muslim. Kisahnya adalah sebagai berikut:[4]

Yazid al-Faqîr berkata, “Aku sangat tergiur dengan pemikiran khawârij. Suatu ketika kami keluar bersama sekelompok orang (khawârij) dalam jumlah besar untuk pergi haji, kemudian kami melakukan penentangan kepada umat (dengan kekuatan bersenjata). Kami melewati kota Madinah dan ternyata ada Jâbir bin `Abdillâh z yang duduk sambil bersandar pada salah satu tiang masjid, sedang membawakan hadits-hadits Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Selanjutkan Yazîd mengatakan, “Tiba-tiba Jâbir bin `Abdillâh (seorang Sahabat Nabi) menyebut-nyebut tentang Jahannamiyun (orang-orang yang dibakar di dalam neraka Jahanam, namun kemudian dimasukkan ke dalam surga). Aku bertanya kepadanya, "Wahai Sahabat Nabi! Apa yang sedang engkau ceritakan ini?! Bukankah Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau pasti hinakan ia (maksudnya pasti kekal dalam neraka)". [Ali Imrân/3:192]

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

"Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya". [as-Sajdah/32:20].

Jadi, apa maksud ucapanmu ini?!"
Syaikh Masyhûr bin Hasan Alu Salmân, seorang Ulama Yordania, sampai pada penggalan hadits di atas memberikan penjalasan berikut [5]: "Tabi'in (Yazid al-Faqîr) ini berhujjah berdasarkan ayat-ayat al-Qur'ân yang difahami menurut pemikirannya. Ia telah didoktrin dengan ayat-ayat semacam ini bahwa ayat-ayat itu menegaskan pengertian-pengertian yang difahami secara terpisah tanpa melihat hubungannya dengan nash-nash lainnya. Maka, Sahabat Nabi yang mulia, Jâbir bin `Abdillâh Radhiyallahu 'anhu mengingatkan akan kesalahan manhaji (kesalahan dalam metodologi pemahaman) yang dilakukan Yazîd ini." Karena itulah, Jâbir bin `Abdillâh berkata kepada Yazîd al-Faqîr:

"Apakah engkau membaca al-Qur'ân?" Aku (Yazîd) menjawab, "Ya". Jâbir Radhiyallahu 'anhu berkata lagi, "Apakah engkau pernah mendengar tentang kedudukan terpuji Nabi (al-Maqam al-Mahmûd) yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla ?"

Aku menjawab: "Ya".

Jabir berkata, "Itulah kedudukan terpuji Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang karena kedudukan itu Allah Azza wa Jalla mengeluarkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dari neraka.

Selanjutnya Yazîd menceritakan, “Kemudian Jâbir Radhiyallahu 'anhu menjelaskan sifat pemasangan jembatan shirâth di atas Jahanam dan menceritakan pula sifat lewatnya manusia pada jembatan shirâth ini. Yazîd melajutkan, “Dan masih banyak lagi yang diceritakan Jâbir Radhiyallahu 'anhu, yang mungkin sebagian aku lupa. Tetapi yang jelas Jâbir z menyatakan tentang kepastiannya bahwa ada sekelompok orang yang akan keluar dari neraka sesudah mereka di azab di dalamnya…dst.”

Setelah Jâbir Radhiyallahu 'anhu memaparkan hadits itu kepada Yazîd, akhirnya Allah memberikan hidayah petunjuk kepadanya berupa pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat yang dikemukakannya di atas. Yazîd mengatakan, "Kami kembali (ke Kufah), dan kamipun berkata kepada sesama orang yang bersama kami, 'Aduhai betapa celaka kalian! apa mungkin Syaikh (Jâbir) berdusta atas nama Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam ?' Akhirnya, kamipun rujuk (dari pendapat yang salah). Demi Allah Azza wa Jalla, setelah itu, tidak ada seorang pun dari kami yang keluar untuk melakukan pemberontakan kecuali hanya satu orang saja."

Dari riwayat yang kedua dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

1. Melalui keyakinan terhadap kebenaran Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, akhirnya Allah Azza wa Jalla membukakan pintu hati Yazîd bin Shuhaib al-Faqîr, sehingga dia selamat dari pemahaman sesat yang hampir menjerumaskannya ke dalam tindakan pemberontakan. Keyakinan semacam ini, bagi para Ulama Rabbani, merupakan salah satu syarat bagi seseorang yang ingin mendapat manfaat dari bimbingan para Ulama, sehingga langkahnya menjadi benar, dalam kondisi apapun pada umumnya, maupun dalam kondisi kacau pada khususnya [6].
2. Pembinaan untuk menyadarkan kaum radikal akan sangat bermanfaat bila menggunakan hujjah-hujjah yang dikemukakan para Ulama berdasarkan hujjah para Sahabat. Sehingga syubhat (keracuan faham) yang menyelimuti pemikiran mereka akan tersingkirkan. Itulah jalan satu-satunya untuk memperbaiki pemahaman serta langkah-langkah mereka [7].
3. Dialog-dialog pembinaan harus dilakukan oleh orang-orang yang manhajnya lurus dan menguasai dalil.
4. Kisah ini membuktikan perlunya semua Muslim memahami nash-nash al-Qur'ân dan Sunnah dengan mengikuti pemahaman para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Secara keseluruhan, melalui dua riwayat di atas dapat disimpulkan langkah-langkah berikut:

1. Mengembalikan umat Islam pada pemahaman Islam yang benar sebagaimana pemahaman para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Pembinaan yang benar kepada umat Islam terutama generasi mudanya. Pembinaan ini harus melibatkan para tokoh yang betul-betul memahami Islam, dalil-dalil serta istidlâl (penggunaan dan penerapan dalil)nya.
3. Bimbingan serta penyuluhan dari pihak-pihak berkepentingan berdasarkan dalil-dalil serta argumentasi-argumentasi yang kuat yang bisa diterima sebagai kebenaran oleh semua kalangan meskipun tidak sependapat.
4. Tidak semua orang diperkenankan ikut bersuara dan berbicara, apalagi tanpa dalil. Sebab, hal ini tidak menyelesaikan masalah, justru menambah ketidakpercayaan banyak kalangan umat Islam. Dan ini berarti menimbun api dalam sekam. Apalagi sindiran-sindiran keras melalui forum-forum resmi yang tidak berdasarkan dalil.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)". [an-Nisâ'/4:83]

5. Memutuskan mata rantai tumbuh kembangnya pembinaan radikal ala takfîri. Tokoh-tokohnya dipisahkan secara bijaksana dengan para obyek binaan. Masing-masing ditangani secara terpisah dalam wadah pembinaan tersendiri, sesuai dengan bobot masing-masing.
6. Menjelaskan perbedaan makna antara jihad syar'i dengan jihad-jihad lain yang revolusioner dan tidak syar'i. Wallâhu A'lam, wa 'alaihi at-Tuklân.

Marâji':
1. Fathul Bâri, Jâmi'atul Imam, Riyâdh, KSA.
2. Shahîh Muslim Syarh an-Nawawi, tahqîq: Khalîl Ma'mûn Syiha, Dârul-Ma'rifah, Beirut, cet. III, 1417 H/1996 M.
3. Limadza Ikhtartu al-Manhaj as-Salafiy, Syaikh Sâlim bin 'Id al-Hilâliy, ad-Durarr al-Atsariyah, Amman, Yordania, cet. I, 1420 H/1999 M.
4. Al-Mustadrak 'Ala ash-Shahîhain, Imam al-Hâkim, Dârul-Ma'rifah, Beirut, cet. II, 1427 H/2006 M
5. Al-'Irâq Fî Ahâdîts wa Atsar al-Fitan, Syaikh Abu Ubaidah Mashûr bin Hasan Alu-Salmân, Maktabah al-Furqân, Dubai, Emirat, cet. I, th. 1425 H/2004 M.

________
Footnote
[1]. Orang-orang Harûriyah adalah orang-orang khawârij. Dinamakan harûriyah karena mereka awalnya mengkonsentrasikan diri di daerah Harûra', sebuah desa yang terletak kurang lebih dua mil dari Kûfah.
[2]. Kisah yang senada dengan ini banyak diriwayatkan dalam hadits shahîh, di antaranya oleh Imam al-Bukhâri dalam kitab Shahîhnya. Lihat Fathul Bâri 5/303, Kitab Ash-Shulhi , no. 2698 dan 2699, dan Imam Muslim dalam Shahîhnya, lihat Shahîh Syarh an-Nawawi, tahqîq: Khalîl Ma'mûn Syiha, Dârul Ma'rifah, Beirut, cet. III, 1417 H/1996 M, 12/348-349, dari hadits al-Barrâ' bin 'Azib, no. 4605 dan 3/351, dari Anas, no. 4608.
[3]. Riwayat ini dinukil dari Limadza Ikhtartu al-Manhaj as-Salafiy, Syaikh Sâlim bin 'Id al-Hilâliy, ad-Durarr al-Atsariyah, Ammân, Yordania, cet. I, 1420 H/1999 M, hlm. 101-104, no. 3 di bawah sub judul: Ihtijâj ash-Shahâbah dst. Riwayat senada banyak dikemukakan oleh para Imam. Di antaranya terdapat dalam kitab Al-Mustadrak 'Ala ash-Shahîhain, Imam al-Hâkim, Dârul-Ma'rifah, Beirut, cet. II, 1427 H/2006 M, 2/494-496, no. 2703, Kitab Qitâl Ahli al-Baghiy, Bab Munâzharah Ibnu Abbâs Ma'al-Harûriyyah. Imam Hâkim mengatakan, “Riwayat ini shahîh sesuai dengan syarat dua orang Syaikh; Imam al-Bukhâri dan Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkan hadits ini. Syaikh Sâlim al-Hilâliy juga mengatakan, “Atsar ini shahîh.
[4]. HR. Muslim, Lihat Syarh Shahîh Muslim, an-Nawawi, 3/50 no. 472
[5]. Lihat Abu Ubaidah, Syaikh Mashûr bin Hasan Alu-Salmân, al-'Irâq Fî Ahadits wa Atsarul-Fitan, Maktabah al-Furqân, Dubai, Emirat, cet. I, th. 1425 H/2004 M. 1/110-111.
[6]. Syaikh Masyhûr, al-'Irâq, Ibid
[7]. Ibid, dengan bahasa bebas.

"BAHAYA MINUMAN BERSODA"

Kawan2 ...

Kemarin saya menerima email dari Anne Ahira, Internet Marketer sukses, pendiri AsianBrain yang sudah keliling dunia. Berikut isi emailnya, semoga bermanfaat buat Anda:

Anda penyuka minuman bersoda? Mulai saat ini, berhati-hatilah. Anda harus tahu bahwa di balik sensasi rasanya yang menyegarkan, minuman bersoda menyimpan bahaya yang serius bagi tubuh.

Apa sajakah bahaya dari minuman bersoda tersebut?

Membahayakan Ginjal

Amerika Serikat melakukan penelitian mengenai bahaya tersebut terhadap 3256. Mereka rutin mengkonsumsi minuman bersoda minimal 2 kali sehari. Hasilnya, sebanyak 30% responden mengalami kerusakan ginjal dan penurunan fungsinya.

Menurut para ahli, hal ini terkait dengan kandungan minuman bersoda, yakni pemanis buatan, pewarna buatan, kafein, dan asam fosfat.

Meningkatkan Risiko Diabetes

Para penderita penyakit diabetes sangat dilarang untuk mengkonsumsi gula. Hal ini karena hormon insulin yang ada di dalam tubuhnya tidak cukup, bahkan tidak sanggup untuk mengubah zat gula tersebut menjadi gula otot (glikogen). Akibatnya, gula darah (glukosa) akan meningkat dan membahayakan.

Ingat, diabetes juga merupakan salah satu penyakit yang bisa memicu penyakit yang lain, misalnya stroke dan kerusakan jantung koroner. Jika Anda banyak mengkonsumsi minuman bersoda, selain berpotensi menyebabkan diabetes, stroke dan kerusakan jantung korone juga bisa terjadi. Perlu dicatat bahwa penyakit diabetes timbul tak hanya karena faktor keturunan. Orang yang asalnya normal pun bisa menderita penyakit diabetes.

Meningkatkan Risiko Obesitas

Minuman bersoda kaya akan kalori. Kalori yang masuk ke dalam tubuh bisa meningkatkan risiko obesitas. Tak hanya bagi orang yang sudah dewasa, anak-anak bisa menderita obesitas.

Di Amerika Serikat, tingkat obesitas pada anak-anak sangatlah tinggi. Salah satu penyebabnya adalah minuman bersoda. Anak-anak di Amerika Serikat mengkonsumsi minuman bersoda layaknya meminum air putih. Setelah makan, mereka pasti minum minuman bersoda. Hasilnya, mereka banyak yang menderita obesitas.

Ingat, obesitas merupakan salah satu pemicu dari munculnya penyakit-penyakit lain. Di antaranya diabetes, stroke, kerusakan jantung koroner, dan berbagai penyakit serius lainnya.

Meningkatkan Risiko Tulang Rapuh

Salah satu kandungan minuman bersoda adalah asam fosfat. Dalam suatu penelititan, asam fosfat ini bisa menyebabkan penyakit kerapuhan tulang. Hal ini karena asam fosfat bisa melarutkan kalsium yang ada di dalam tulang. Akibatnya, tulang menjadi rapuh dan keropos.

Universitas Harvard pernah membuat penelitian mengenai hal ini. Mereka mengamati seorang atlet remaja pengonsumsi minuman bersoda dan yang tidak mengkonsumsi minuman bersoda. Hasilnya, atlet remaja pengonsumsi minuman bersoda mengalami patah tulang 5 kali lebih banyak daripada atlet remaja yang tidak mengkonsumsi minuma bersoda.

Meningkatkan Risiko Kanker Pankreas

Dalam suatu penelitian di Amerika Serikat, kandungan minuman bersoda dipercaya sebagai salah satu pemicu timbulnya kanker pankreas. Dalam penelitian tersebut, 87% responden yang minimal mengkonsumsi minuman bersoda 2 kali sehari mengalami peningkatan risiko kanker pankreas.

Penelitian dilakukan terhadap 60524 responden (pengonsumsi minuman bersoda) selama 14 tahun. Hasilnya, sebanyak 87% mengalami risiko kanker pankreas yang terlihat melalui gejala-gejalanya.

Meningkatkan Kerusakan pada Gigi

Dalam suatu penelitian, 3200 orang responden mengalami kerusakan gigi akibat mengkonsumsi minuman bersoda. Hal ini tentu saja akibat kandungan zat gula yang ada di dalam minuman tersebut. Tak hanya itu, asam fosfat juga turut memperburuk kerusakan gigi dengan cara melarutkan kalsium gigi.

Meningkatkan Ketergantungan pada Kafein

Minuman bersoda mengandung kafein. Zat ini sejak dulu dikenal sebagai zat yang mampu membuat orang ketergantungan. Meskipun kafein mempunyai efek positif terhadap tubuh, efek negatif kafein ternyata lebih banyak. Misalnya, membuat jantung berdebar, insomnia, tekanan darah rendah, dan lain-lain.

Setelah menyimak bahaya-bahaya minuman bersoda tersebut, ada baiknya Anda segera mengganti menu minuman bersoda dengan minuman lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Misalnya, susu sapi, susu kedelai, air putih, teh hijau, teh hitam, jus buah-buahan, atau yoghurt. Dengan begitu, Anda akan terhindar dari risiko penyakit-penyakit serius yang mengancam tubuh.

Kamis, September 23, 2010

"INGIN SUKSES, JANGAN DENGKI"

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi (saling berpaling), dan janganlah kalian saling memutuskan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. Muttafaq ‘alaih)

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam “Al Adab” dan Muslim dalam “Al Birr”. Lebih khusus tentang larangan dengki disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis lain:

“Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R Abu Dawud).

Dengki didefiniskan oleh para ulama sebagai:
“Mengangankan hilangnya kenikamatan dari pemiliknya, baik kenikmatan (yang berhubungan dengan) agama maupun dunia.”

Dari definisi di atas kita dapat memahami bahwa iri dengki tidak hanya menyangkut capaian-capaian yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan awam. Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan da’i. Seorang da’i atau mubalig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau mubalig lain. Seorang yang berafiliasi kepada kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenang an. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?

Imam al-Ghazali r.a. menjelaskan, “Tidak akan terjadi saling dengki di kalangan para ulama. Sebab yang mereka tuju adalah ma’rifatullah (mengenal Allah). Tujuan seperti itu bagaikan samudera luas yang tidak bertepi. Dan yang mereka cari adalah kedudukan di sisi Allah. Itu juga merupakan tujuan yang tidak terbatas. Karena kenikmatan paling tinggi yang ada pada sisi Allah adalah perjumpaan dengan-Nya. Dan dalam hal itu tidak akan ada saling dorong dan berdesak-desakan. Orang-orang yang melihat Allah tidak akan merasa sempit dengan adanya orang lain yang juga melihat-Nya. Bahkan, semakin banyak yang melihat semakin nikmatlah mereka.”

Al-Ghazali melanjutkan, “Akan tetapi, bila para ulama, dengan ilmunya itu menginginkan harta dan wibawa mereka pasti saling dengki. Sebab harta merupakan materi. Jika ia ada pada tangan seseorang pasti hilang dari tangan orang lain. Dan wibawa adalah penguasaan hati. Jika hati seseorang mengagungkan seorang ulama pasti orang itu tidak mengagungkan ulama lainnya. Hal itu dapat menjadi sebab saling dengki.” (Ihya-u ‘Ulumid-Din, Imam Al-Ghazali, juz III hal. 191.)

Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut itu. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat kenikmatan pasti didengki).

Penyakit dengki sangat berbahaya. Tapi bahayanya lebih besar mengancam si pendengki ketimbang orang yang didengki. Bahkan realitas membuktikan, sering kali pihak yang didengki justru diuntungkan dan mendapatkan banyak kebaikan. Sebaliknya, si pendengki menjadi pecundang. Di antara kekalahan-kekalahan pendengki adalah sebagai berikut.

Pertama, kegagalan dalam perjuangan.
Perilaku pendengki sering tidak terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendeskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibelitas, dan daya tarik orang yang didengkinya dan sebaliknya mengangkat citra, nama baik, dan kredibelitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian. Rasulullah saw. bersabda:

Dari Jabir dan Abu Ayyub al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang Muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan- Nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang Muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ath-Thabrani)

Kedua, melumat habis kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R. Abu Dawud).

Makna memakan kebaikan dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, ‘Ia merugi dunia dan akhirat’.” (‘Aunul-Ma’bud juz 13:168)

Ketiga, tidak produktif dengan kebajikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut melainkan mencukur agama.” (H.R. At-Tirmidzi)

Islam yang rahmatan lil-’alamin yang dibawa oleh orang yang di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan nikmatnya oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apatah lagi untuk membantu dan mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam yang dibawanya tidak produktif dengan kebaikan alias gundul.

Keempat, menghancurkan harga diri.
Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, dan demarketing kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah “satu frekuensi” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang mencoba melakukan tabayyun, mencari informasi pembanding, dan berusaha berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata tidak senang dengan fitnah, isu murahan, atau intrik-intrik pecundang. Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik dan tidak mengundang keberpihakan.

Orang yang banyak melakukan provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat akalnya suka cara-cara seperti itu?

Kelima, menyerupai orang munafik.
Di antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan prilaku itu sebagai prilaku orang munafik. Abi Mas’ud al-Anshari r.a. mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat mulai memberikan infaq. Ketika ada orang Muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang Muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Al-Bukhari dan Muslim)

Keenam, gelap mata dan tidak termotivasi untuk memperbaiki diri.
Pendengki biasanya sulit melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak lain. Akibatnya pula jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam tertutup mega kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang dilakukan dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya dia tidak dapat melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Az-Zumar 39: 18)

Di sisi lain, pendengki –manakala mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan— cenderung mencari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi) . Semakin larut dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang didambakannya.

Ketujuh, membebani diri sendiri.
Iri dengki adalah beban berat. Bayangkan, setiap melihat orang yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Nikmatkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki. “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (Q.S. Al Baqarah 2: 10)

Jika demikian, mengertilah kita makna pernyataan seorang ulama salaf, seperti disebutkan dalam kitab Kasyful-Khafa 1:430
“Pendengki tidak akan pernah sukses.”

Wallahu A’lam.