Rabu, Oktober 06, 2010

"URIP MUNG MAMPIR NGOMBE"

Dalam judul di blog saya tertulis kata – kata “urip mung mampir ngombe”, yang mungkin membuat sebagian pengunjung sedikit penasaran dan bertanya: “Apaan tuh!?” Kalimat yang saya cantumkan tersebut sebenarnya merupakan refleksi atas pemaknaan terhadap perjalana hidup diri saya. Dan melalui tulisan ini, saya ingin membagikan perspektifnya kepada para pengunjung sekalian. Akan tetapi, kiranya perlu saya sampaikan permohonan maaf terlebih dulu apabila dalam tulisan saya selanjutnya ada hal – hal yang tidak bersesuaian dan mungkin sampai menyinggung prinsip yang dianut oleh sebagian pengunjung blog ini.

Kata – kata dalam header blog saya tersebut merupakan salah satu ungkapan dalam bahasa Jawa yang artinya adalah: “Hidup ini hanyalah sekedar mampir untuk minum”. Kesadaran akan pemaknaan ungkapan tersebut bermula ketika melihat anak – anak saya sedang bermain, kemudian terlintas dalam pikiran akan satu hal: “Perasaan saya kemarin masih anak – anak, tapi sekarang sudah punya anak”. Saya seperti melihat rekaman kehidupan saya diputar ulang demi melihat anak – anak yang lagi asyik bermain itu. Dan sungguh, waktu berputar sedemikian cepatnya tanpa terasa. Setelahnya, seolah – olah muncul pertanyaan lanjutan yang menohok diri saya: “Apa yang sudah kamu perbuat selama ini?” Pertanyaan interogatif inilah yang terus menggelayuti benak saya, dan pada akhirnya memaksa serta menggiring diri saya untuk menjawab pertanyaan pamungkas, yaitu: “Kamu itu sebenarnya mau ke mana?” 

Saya adalah seorang Muslim yang sedang dan akan terus belajar tentang Islam. Oleh karena itu, bingkai saya dalam mempersepsi dan menemukan jawaban di atas akan saya letakkan dalam ranah ajaran Islam. Kenapa? Karena meskipun saya terlahir dari orang tua yang beragama Islam, namun saya tidak mau menjadi Muslim hanya karena faktor keturunan. Saya ingin menjadi seorang Muslim yang memilih Islam dengan penuh kesadaran bahwa hanya ajaran inilah yang menurut saya benar, yang akan dapat menyelamatkan saya baik di kehidupan dunia ini maupun kehidupan setelah kematian nanti. Lagi pula, di dalam Al-Qur’an Allah banyak mengajukan tantangan kepada seluruh manusia atas berbagai fenomena di sekeliling kita baik sains maupun sosial, dengan pertanyaan – pertanyaan: “Apakah kamu tidak berpikir?”; “ Apakah kamu tidak memperhatikan?”; dan berbagai pertanyaan serupa lainnya. Tuhan dalam Islam sangat menganjurkan manusia untuk berpikir mengenai hakikat keberadaan dirinya! Jangankan itu. Bahkan sebelum manusia diciptakan pun, dengan ke-Maha Bijaksanaan-Nya, Allah sudah berdialog dengan salah satu makhluk ciptaannya yaitu malaikat, untuk menjawab pertanyaan mereka yang seolah protes tentang rencana-Nya untuk menciptakan manusia. Episode ini dinarasikan secara apik oleh Prof. Jeffrey Lang (http://en.wikipedia.org/wiki/Jeffrey_Lang), seorang professor matematika di Universitas Kansas, Amerika, dalam bukunya yang berjudul Even Angels Ask: A Journey to Islam in America. Edisi bahasa Indonesia buku ini berjudul “ Bahkan Malaikat pun Bertanya”.

Kembali ke topik semula.

“Kamu itu sebenarnya mau ke mana?” adalah pertanyaan yang membawa saya kepada kesadaran akan ke-Maha Bijaksana-an Allah tentang tujuan penciptaan manusia, yang tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya (Adz-Dzariyat: 56). Allah adalah Maha Pencipta (Al-Khaliq), sementara yang selain Allah adalah makhluk atau yang dicipta. Pencipta berkuasa mutlak terhadap yang dicipta, dan keduanya tidak akan pernah sama dalam segala sesuatunya. Dalam konsep Islam, seluruh makhluk tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Matahari dan planet – planet dalam tata surya misalnya, mereka semua bergerak dalam garis edarnya masing – masing sesuai dengan yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, yang ditunjukkan oleh-Nya ketentuan tersebut kepada manusia dalam hukum – hukum astronomi. Selain itu, dalam Islam ada pula yang disebut malaikat, yakni makhluk Allah yang senantiasa memuji dan menaati-Nya secara total, tanpa membantah, tanpa mempertanyakan apapun keputusan-Nya.

Jadi, dengan penghambaan seluruh makhluknya yang sedemikian tunduk, mengapa Allah masih menciptakan manusia? Apakah Allah masih membutuhkan tambahan penghambaan dari selain-Nya? Maha Suci Allah dari sifat yang demikian. Sesungguhnya jika seluruh makhluk tidak tunduk dan patuh kepada-Nya, hal itu tidak akan mengurangi ke-Maha Besar dan Maha Kaya-an Allah. Dan sebaliknya, ke-Maha Besar dan Maha Kaya-an Allah tidak akan bertambah bila seluruh makhluk patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah adalah Zat yang Maha Berdiri Sendiri dan tidak tergantung kepada apa dan siapa pun, yang Maha Awal dan akan terus ada untuk selamanya.
Dengan demikian, maka Allah menciptakan (jin dan) manusia supaya mereka beribadah kepada-Nya, sebenarnya merupakan drama kehidupan dengan narasi besar bahwa apa pun aktivitas di dalamnya seharusnya berada di dalam bingkai ketaatan dan ketundukan kepada skenario yang sudah ditentukan Allah sebagai Sang Sutradara. Dengan pemahaman ini, maka kegiatan sekecil apa pun yang sesuai dengan aturan-Nya dalam pentas kehidupan ini akan bernilai ibadah kepada-Nya. Sehingga, ibadah sebenarnya memiliki makan yang luas dan tidak boleh dikungkung pada pengertian sempit sebagai kegiatan ritual belaka! 

Coba kita petik sebagian isi buku Prof. Jeffrey Lang tentang kisah penciptaan manusia pertama, yang berusaha mendeskripsikan ayat ke – 30 dalam surat Al-Baqarah. Dijelaskan bahwa eksistensi Adam dan anak keturunannya tidak lain adalah untuk menerima amanah sebagai khalifah di muka bumi. Kata khalifah berarti wakil, delegasi, perwakilan, seseorang yang diberi wewenang untuk bertindak buat orang lain. Karena itu, tampak bahwa keberadaan manusia dimaksudkan untuk mewakili dan bertindak atas nama Tuhan.

Ini tidak mudah, mengingat Allah juga menyatakan bahwa di dalam diri manusia tersimpan potensi kebaikan dan keburukan (As-Syams: 8). Dan sudah jamak dipahami bahwa frekuensi diri kita lebih mudah tergetar dan nyambung dengan sesuatu yang ber-content kurang baik. Hal ini wajar saja, karena data base di content server –nya selalu akan menyajikan segala pilihan kesenangan secara real time yang bisa didapat dengan segera, lewat jalan pintas tanpa susah payah. Sedangkan content yang baik biasanya dalam kondisi encrypted sehingga tidak mudah bagi kita untuk segera menikmati isinya. Semakin menjanjikan dan menggairahkan content-nya, semakin sulit persandiannya, sehingga mengharuskan kita untuk lebih bekerja keras dalam memecahkannya. Ini memerlukan waktu yang terkadang lama dan sangat menguras stamina. Tapi tak apa, karena kewajiban kita hanyalah bekerja dan beramal, bukan hasil. Jadi yang akan dievaluasi oleh Allah adalah kualitas dari proses yang kita jalani itu (At-Taubah: 105). Karena itu, jelaslah bahwa tugas yang juga menjadi kewajiban kita adalah mempelajari A sampai Z –nya rambu – rambu yang digariskan Allah, supaya perjalanan kita dalam mengemban tongkat amanah kekhalifahan tadi berada dalam koridor yang dimaksud oleh Sang Pencipta.

Dengan demikian, jelaslah bahwa perjalanan untuk meraih kenikmatan yang dijanjikan, yang nota bene adalah sesuatu yang jauh di depan dan tidak real time terlihat di depan mata, akan sangat panjang dan melelahkan. Kita harus selalu dalam kondisi waspada dan terjaga, karena ngantuk biarpun sedikit akan mengakibatkan kekaburan dalam membaca dan memahami rambu – rambu perjalanan. Karena itu, rehat merupakan sebuah keniscayaan dalam hal ini. Akan tetapi, rehat hanyalah sekedar melepas lelah barang sejenak, untuk minum mereguk segarnya oase ilmu serta mengumpul bekal yang tidak membebani perjalanan. Inilah yang saya maksud dengan “urip mung mampir ngombe”.

Tidak ada komentar: